Friday, May 30, 2008

SSP PPh Pasal 25 tidak perlu dilaporkan

Satu lagi langkah maju yang diambil Dirjen Pajak. Melalui Peraturan Dirjen Pajak Nomor 22/PJ/2008 tanggal 21 Mei 2008 tentang Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25, Dirjen Pajak telah meningkatkan kemudahan pembayaran pajak.

Seperti yang kita ketahui bahwa PPh Pasal 25 yang jatuh tempo setiap tanggal 15 dan Surat Pemberitahuan Masa yang dilaporkan hanya berupa SSP (Surat Setoran Pajak) lembar ke-3 saja. Kelalaian dan keterlambatan dalam pelaporan PPh Pasal 25 akan menyebabkan sanksi denda. Dengan adanya aturan baru tersebut, wajib pajak mendapat kemudahan dalam pelaporan karena toh pelaporan tidak ada added value bagi kedua belah pihak.

Mengupas PER Nomor 22/PJ/2008 yang tersebut diatas, PPh Pasal 25 yang memenuhi syarat-syarat berikut yang dianggap telah dilaporkan :
  • Pembayaran dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan sistem pembayaran secara online.
  • SSP harus mendapat validasi dengan NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara)
PPh Pasal 25 yang tidak memenuhi syarat diatas, masih memiliki kewajiban pelaporan. Selain itu, PPh Pasal 25 NIHIL dan SSP PPh Pasal 25 yang dibayar dengan mata uang selain rupiah juga wajib dilaporkan.

Credit : Thanks to tax-ina untuk informasi yang super cepat :D

Wednesday, March 12, 2008

Jurlak PMK 22

Akhirnya, setelah sebulan lebih diperdebatkan oleh berbagai kalangan, Jurlak untuk PerMenKeu No.22 dikeluarkan. Jurlak yang berbentuk Surat Edaran Dirjen Pajak dengan nomor SE-16/PJ./2008 tanggal 10 Maret 2008, menjawab semua keluhan Wajib Pajak.

Bagian terpenting dari Surat Edaran tersebut adalah :
11. Sehubungan dengan hal-hal yang diuraikan pada angka 1 sampai dengan angka 10, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengurus, komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali serta karyawan Wajib Pajak yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan perusahaan dapat melaksanakan hak dan/atau kewajiban perpajakan Wajib Pajak tanpa memerlukan surat kuasa khusus.
b. Dokumen perpajakan seperti Faktur Pajak dan/atau Surat Setoran Pajak, dapat ditandatangani oleh pejabat/karyawan yang ditunjuk oleh Wajib Pajak tanpa memerlukan surat kuasa khusus.
c. Penyerahan dokumen yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat disampaikan melalui Tempat Pelayanan Terpadu, tidak memerlukan surat kuasa khusus atau surat penunjukan.
Dengan demikian, PMK 22 dipergunakan sebagai dasar Surat Kuasa Khusus yang diberikan kepada pihak yang bukan pengurus. Salah satunya apabila SPT Tahunan ditandatangani oleh karyawan yang tidak dapat dikategori Point 11 ayat a tersebut diatas.

Monday, March 10, 2008

Permenkeu No.22 Tahun 2008

Belakangnya ini, kalangan perpajakan kita dihebohkan oleh Peraturan tentang Kuasa Wajib Pajak, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2008 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa. Peraturan tersebut merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2007.

Yang menjadi pasal kontraversial dari peraturan tersebut adalah prasyarat untuk kuasa non-konsultan hanya dibatasi untuk perusahaan beromset dibawah 2,4 Milyar. Angka tersebut dianggap terlalu kecil dan mengada-ngada. Bahkan untuk perusahaan kecil dan menengah pun mampu mencapai angka tersebut. Pasal tersebut membuat perusahaan mau tak mau berkewajiban memiliki konsultan pajak dalam mewakili hak mereka di perpajakan jika direksi berhalangan, dan itu berarti munculnya biaya tambahan yang seharusnya tidak ada.

Dikalangan fiskus sendiri, terjadi perbedaan pendapat atas penafsiran dari PMK No.22 tersebut. Beberapa KPP menganggap bahwa peraturan tersebut hanya berlaku untuk kuasa atas tanda tangan Surat Pemberitahuan baik Tahunan maupun Masa, sedangkan sebagian berkesimpulan termasuk didalamnya dokumen pajak seperti Faktur Pajak dan Bukti Potong. Bahkan beberapa wajib pajak yang mengetahui adanya peraturan tersebut mulai menolak menerima Faktur Pajak jika tidak ditandatangani oleh direksi/pengurus.

Nah... mari kita lihat, seperti apa definisi direksi atau pengurus menurut Undang-undang. Menurut UU No. 28 Tahun 2007, Pasal 32 yang berbunyi :
"(3) Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3a) Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(4) Termasuk dalam pengertian pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan."
Penjelasan atas Pasal tersebut diatas :
Ayat (3) Ayat ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk meminta bantuan pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, untuk dan atas namanya, membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Yang dimaksud dengan kuasa adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Ayat (3a) Cukup jelas.
Ayat (4) Orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, termasuk dalam pengertian pengurus. Ketentuan dalam ayat ini berlaku pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali.
Melihat pasal tersebut diatas, pengurus adalah seseorang yang tidak harus duduk di jajaran direksi (direktur dan komisaris), selama orang tersebut memiliki kewenangan atas arah kebijakan perusahaan. Masalah yang mungkin timbul adalah tolak ukur dan bukti atas kewenangan yang dimiliki karyawan diluar direksi dalam menentukan kebijakan perusahaan yang apakah semudah hanya menandatangani cek?

Jadi apakah seorang Manajer, seorang Kabag Divisi Pajak dapat dikatakan pengurus? Apakah perlu surat kuasa yang menunjuk yang bersangkutan dalam menandatangani dokumen pajak? karena toh mereka juga pengurus sesuai yang diamanatkan Undang-undang.

Meninjau kembali PP No.80 Tahun 2007, yang menjadi landasan dikeluarkannya peraturan Menkeu tersebut, akan terasa janggal karena Pasal 31 yang diamanatkan adalah hak dan kewajiban konsultan pajak yang ditunjuk sebagai kuasa wajib pajak, bukan non-konsultan atau karyawan.

Akhir kata, kalangan profesional pajak masih menunggu penjelasan atas Peraturan yang sangat "aneh" dan berat sebelah. Semoga fiskus, dalam hal ini jajaran atas dirjen pajak, harusnya mendapat pelajaran yang berharga dari peraturan yang memberatkan tersebut.

Tuesday, February 5, 2008

UU KUP Baru dan SPT Tahunan

Seperti yang kita ketahui bahwa Tanggal 17 Juli 2007, telah disahkan Undang-Undang Perpajakan tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. UU ini diberi nomor 28 Tahun 2007, merupakan Undang-Undang perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983.

Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008, dan aplikasi peraturan adalah mulai Tahun 2008 yang dimulai dibulan Januari. Sehingga segala macam bentuk pencatatan dan pelaporan pajak tahun-tahun sebelumnya masih berpedoman pada UU KUP yang lama (UU No.16 Tahun 2000)

Pelaporan Pajak menurut UU No.28, khususnya Wajib Pajak Badan akan dimundurkan 1 bulan yaitu menjadi paling lambat 4 bulan sejak akhir tahun Pajak (30 April) baru akan diberlakukan Tahun depan (2009) yang berarti Tahun ini, batas akhir pelaporan masih jatuh pada Bulan Maret 2008.

Sanksi denda yang meningkat 10x (dari Rp 50.000,- menjadi Rp. 500.000,-) telah dikenakan pada Masa Pajak Januari untuk Jenis Pajak PPN dan Rp. 100.000,- Untuk Jenis Pajak Lainnya. Denda untuk SPT sebesar Rp. 1.000.000,- baru akan diberlakukan terhadap SPT Tahunan tahun yang akan datang.

Jadi Jangan lupa.. tanggal akhir penyetoran Kuran Bayar SPT Tahunan Tahun Pajak 2007 tetap akan Jatuh Tempo di Tanggal 25 Maret 2008 dan Pelaporan terakhir pada hari senin, 31 Maret 2008.

Selamat bekerja

Salam kenal

Hai, Para pembaca dan blogger budiman.

Blog ini saya buat sebagai sarana coretan iseng saya terutama mengenai Perpajakan di Indonesia. Semua komentar akan dimoderasi untuk menghindari spammer.

Semua coretan merupakan pendapat dan pengalaman pribadi penulis dan rekan-rekan penulis (kecuali kutipan peraturan), boleh dicontek dan dikopi, dengan resiko ditanggung sendiri jika terjadi selisih presepsi terutama dengan fiskus.

Setiap tulisan merupakan hak cipta penulis (Kecuali disebutkan sumbernya), dan dilarang keras mengkomersialkan tulisan tersebut.